Selamat Datang di Blog OSIS SMP YMIK Tahun 2 0 1 4, Kunjungi Website SMP YMIK di : www.smp-ymik.blogspot.com atau www.smk-ymik.com, SELAMAT DATANG!!! WELCOME
Featured Post Today
print this page
Latest Post

Sejarah Palang Merah Internasional

1.SEJARAH PALANG MERAH INTERNASIONAL

SEJARAH PALANG MERAH

PALANG MERAH INTERNASIONAL
 ARTI PALANG MERAH : Suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda – bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawanAustria
pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan, sehingga timbul ide atau gagasan untuk memberi pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa hari bergelut di
medan
perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul “ A Memory of Solferino “ (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di
medan
perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
(International Committee of the Red Cross)

Latar belakang berdirinya

Buku kenangan di Solferino (a memory of solferino) sangat menarik perhatian masyarakat diantaranya 4 orang penduduk Jenewa, yaitu :
1. General Dufour 3. Dr. Theodore Maunoir
2. Dr. Louis Appia 4. Gustave Moynier
4 orang tersebut bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima
(1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC). Pada tanggal 22 agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara yang menandatangani perjanjian Internasional yang dikenal dengan :

KONVENSI JENEWA I

  • Tentara yang terluka atau sakit harus diobati.
  • Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan menggunakan tanda Palang Merah di atas dasar putih, yang terjadi dengan mempertukarkan warna – warna federal. Lambang ini hendaknya dipakai untuk Rumah Sakit, Ambulance dan para petugas penolong dimedanperang/konflik bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876 simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara Islam. Kedua symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan 4 tahun sekali dan dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas persoalan – persoalan umum dan menampung usul – usul serta resolusi di samping mengambil keputusan.Para
peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap) yang bersidang pada waktu diantara dua konferensi Internasional.

2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH (IFRC)
(International Federation of The Red Cross)

Movement_logo Latar belakang berdirinya

Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas Perancis. Palang Merah Indonesia
termasuk anggota ke 68.

Organisasi

BADAN TERTINGGI ORGANISASI :
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah disebut General Assembly Board of Gevernors”. General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua anggota federasi dan bersidang tiap 2 tahun, Presiden Federasi dipilih tiap 4 tahun. Jika General Assembly tidak besidang, maka kebijakan tertinggi dilaksanakan oleh “Executive yang aggotanya terdiri dari 16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak goegrafis), Presiden dan Sekjen Federasi.
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
Semua kegiatan kemanusiaan dilandasi oleh 7 prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan dalam Konferensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina tahun 1965. Ketujuh prinsip ini juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di Jakarta pada tahun 1986.
1. KEMANUSIAAN ( Humanity )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban terluka di dalam pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa dan antar bangsa, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
2. KESAMAAN ( Impartiality )
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata – mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
3. KENETRALAN ( Neutrality )
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau idiologi.
4. KEMANDIRIAN (Independence
)
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional disamping membantu Pemerintahannya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip – prinsip gerakan ini.
5. KESUKARELAAN ( Voluntary Service )
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
  1. KESATUAN ( Unity )
Didalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH (KIPM)
FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
PERHIMPUNAN PALANG MARAH dan BULAN SABIT MERAH NASIONAL
Internasional Committee of the Red Cross (ICRC)
§ Markas Besar di Jenewa, anggota dewan ekskutifnya maksimal 25 orang warga negara Swiss.
§ TUJUAN :
Menjadi perantara NETRAL mengenai hal kemanusiaan dalam pertikaian politik, perang saudara dan kerusuhan dalam negeri.
§ TUGAS
Memberikan perlindungan kepada korban militer maupun sipil sebagai akibat konflik bersenjata, gangguan dan ketegangan dalam negeri.
Petugas KIPM mengunjungi tawanan perang/tawanan politik untukberdialog tanpa saksi sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang kondisi penahanan juga membantu menyampaikan berita keluarga. Laporan tersebut bersifat rahasia.
§ Memberikan bantuan (sandang, pangan medis dan sanitasi) kepada korban konflik bersenjata tersebut.
§ Melakukan pencarian pada saat terjadi konflik bersenjata maupun sesudahnya. Mencari berita sampai mempersatukan keluarga yang terpisah akibat perang.
§ Melakukan PENYEBARLUASAN HPI dan prinsip – prinsip dasar gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan tujuan menganjurkan penghormatan bagi kelompok non-kombatan (tentara yang luka, tawanan serta warga sipil). Disamping membatasi kekejaman, pengrusakan dan mempermudah bantuan yang segera, netral serta tidak memihak kepada para korban konflik bersenjata.
§ Dana, sumbangan sukarela dari pemerintah dan Perhimpunan Nasional.
International Federation of the Red Cross and Red Crescent society.
§ Markas Besar di Jenewa. Secretariat Federasi dipimpin oleh Sekjen mempunyai pegawai yang terdiri dari bermacam – macam bangsa.
§ Tujuan :
Mencegah dan meringankan penderitaan manusia melalui kegiatan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah nasional yang merupakan sumbangan untuk perdamaian.
§ Tugas :
1. Menggiatkan PEMBENTUKAN dan pengembangan PERHIMPUNAN NASIONAL di seluruh dunia. Federasi juga bertindak sebagai perantara, koordinator antara Perhimpunan Palang Merah Internasional.
2. Memberikan saran dan membantu Perhimpunan Nasional dalam meningkatkan, mengkoordinasi BANTUAN Internasional untuk KORBAN BENCANA ALAM dan PARA PENGUNGSI di luar daerah pertikaian, seringkali dengan melancarkan permintaan bantuan ke seluruh dunia.
3. Mengembangkan pembentukan rencana KESIAPSIAGAAN NASIONAL terhadaP BENCANA ALAM.
4. Menggiatkan dan mengkoordinasi pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan anak dan remaja diantara Perhimpunan Nasional demi membina hubungan baik antara remaja di seluruh dunia.
5. Membantu ICRC menyebarluaskan HPI dan PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH dan BULAN SABIT MERAH.
§ Dana, iuran tahunan dari anggota dan sumbangan sukarela untuk bantuan dan pengembangan.
Perhimpunan Nasional harus mendapat pengakuan dari KIPM, baru sah menjadi anggota federasi. Juga harus diakui oleh Pemerintahannya sebagai Perhimpunan penolong yang bersifat sukarela dan turut membantu Pemerintah. Sampai tahun 1992 anggota federasi ada 153 negara, PMI termasuk anggota ke-68.
§ Tugas :
Beraneka ragam tergantung kebutuhan negara yang bersangkutan, antara lain :
1. Memberikan bantuan darurat
2. Pelayanan kesehatan
3. Bantuan sosial bagi perorangan maupun kelompok
4. Latihan P3K
5. Melatih tenaga perawat
6. Transfusi darah
7. Pembinaan remaja
8. Di masa perang, membantu tawanan, pengungsi dan kaum interniran.
HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL ( H P I )
( Internasional Humaniterian Law )
Definisi :
HPI adalah bagian dari hukum internasional yang memberikan perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit, dan tidak dapat lagi ikut dalam peperangan serta penduduk sipil yang tidak ikut berperang. Selain itu juga mengatur metode perang.
Maksud dan tujuan adanya HPI :
Mengatur perang yang terjadi lebih manusiawi, bila perang itu tidak terhindarkan, menentukan orang – orang yang tidak ikut dalam peperangan atau tidak dapat lagi ikut dalam peperangan hendaknya dianggap manusia biasa yang patut dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.
Sasaran penyerangan hanya boleh dilakukan terhadap obyek militer dan bukan obyek sipil. HPI sangat erat kaitannya dengan Palang Merah, dimulai dengan lahirnya Konvensi Jenewa 1864 ( pertama ). Konvensi Jenewa telah dilengkapi dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928, 1949 dan 2 protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka
dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas
kesehatan,
petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang – orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan 2 protokol :
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
Protokol II : diterapkan pada konflik non internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol I dan II 1977, mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut diketahui dengan sebaik – baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan dan Rohaniawan ( golongan ini mempunyai hak dan kewajiban dalam Konvensi Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak – hak serta kewajiban dimasa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban dibawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata – mata bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan penyebarluasan prinsip – prinsip Palang Merah.

Logopmi2
PALANG MERAH INDONESIA
Seperti Palang Merah Internasional, lahirnya PMI juga berkaitan dengan kancah peperangan, diawali pada :
A. MASA SEBELUM PERANG DUNIA II
1. 21 Oktober 1873 Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie ( NERKAI ) didirikan Belanda.
2. Tahun 1932 Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan merencanakan mendirikan badan PMI.
3. Tahun 1940 pada sidang konperensi NERKAI, rencana diatas ditolak karena menurut Pemerintah Belanda, rakyatIndonesia
belum mampu mengatur Badan Palang Merah Nasional.
B. MASA PENDUDUKAN JEPANG.
Dr. RCL Senduk berusaha lagi untuk mendirikan Badan PMI namun gagal, ditolak Pemerintah Dai Nippon.
C. MASA KEMERDEKAAN RI
1. 17 Agustus 1945 RI Merdeka.
2. 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa negaraIndonesia
adalah suatu fakta yang nyata.
3.
5 September 1945
Menkes
RI
dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : Dr. Djoehana.
Dr. Marzuki.
Dr. Sintanala.
4.
17 September 1945
tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
D. MASA PERANG KEMERDEKAAN.
Pada masa itu peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI menghadapi kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang – orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Dari pertolongan dan bantuan seperti :
§ Dapur Umum ( DU ).
§ Pos PPPK ( P3K ).
§ Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
§ Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang golongan, agama dan politik.
Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
E. BEBERAPA PERISTIWA SEJARAH PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950.
Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950.
PMI diakui oleh ICRC.
3. Tanggal 16 Oktober 1950.
PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.
F. NAMA – NAMA TOKOH YANG PERNAH MENJADI KETUA PMI
1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 – 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.
muh.hatta
2. Ketua PMI ke 2 ( 1945 – 1948 ) : Soetarjo Kartohadikoesoemo.
ketua 2
3. Ketua PMI ke 3 ( 1948 – 1952 ) : BPH Bintoro.
4. Ketua PMI ke 4 ( 1952 – 1954 ) : Prof. Dr. Bahder Djohan.
5. Ketua PMI ke 5 ( 1954 – 1966 ) : P. A. A. Paku Alam VIII.
6. Ketua PMI ke 6 ( 1966 – 1969 ) : Letjen Basuki Rachmat.
7. Ketua PMI ke 7 ( 1970 – 1982 ) : Prof. Dr. Satrio.
8. Ketua PMI ke 8 ( 1982 – 1986 ) : Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.
9. Ketua PMI ke 9 ( 1986 – 1992 ) : Dr. H. Ibnu Sutowo.
10. Ketua PMI ke 10 ( 1992 – 1998 ) : Hj. Siti Hardianti Rukmana.
11. Ketua PMI ke 11 ( 1998 – 2004 ) : Mari’e Muhammad.
12. Ketua PMI ke 12 (2004 – sekarang : Mari’e Muhammad
G. STRUKTUR ORGANISASI PMI
M U N A S
——————————————
PENGURUS PUSAT
M U S D A
——————————————
PENGURUS DAERAH
M U S C A B
——————————————
PENGURUS CABANG
M U S R A N
——————————————
PENGURUS RANTING
A N G G O T A
KETERANGAN : ————————– GARIS KOORDINASI
__________________ GARIS KOMANDO
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi didalam perhimpunan PMI, dihadiri oleh utusan – utusan Cabang, Daerah serta Pengurus Pusat. Diadakan tiap 4 tahun. Saat ini PMI memiliki 306 Cabang dari 31 Propinsi ( Daerah ).
TUJUAN PMI :
Meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya, dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
LAMBANG PMI :
1. PMI menggunakan lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda PERLINDUNGAN sesuai dengan ketentuan Palang Merah Internasional,
2. Lambang PMI sebagai anggota Palang Merah Internasional adalah Palang Merah di atas dasar warna putih,
3. Lambang PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah Palang Merah di atas dasar putih dilingkari bunga berkelopaklima
.
KEANGGOTAAN PALANG MERAH INDONESIA
Didalam Anggaran Dasar PMI pada Bab VII pasal 11 disebutkan : Organisaasi PMI mempunyai anggota yaitu :
1. Anggota Remaja.
2. Anggota Biasa.
3. Anggota Kehormatan.
1. ANGGOTA REMAJA.
§ Wanita – Pria usia di bawah 18 tahun Warga NegaraIndonesia
.
§ Mendaftarkan diri secara sukarela di sekolah masing – masing.
§ Mendapat ijin atau persetujuan orang tua.
KEWAJIBAN :
A. Mengikuti pendidikan dan latihan dasar Kepalangmerahan.
B. Bersedia membantu tugas – tugas Kepalangmerahan dan tergabung dalam wadah / kegiatan Palang Merah Remaja.
C. Menjaga nama baik organisasi serta mempererat persahabatan baik nasional maupun internasional.
D. Mempertinggi ketrampilan dan kecakapan dalam tugas Kepalangmerahan.
HAK :
A. Dapat menjadi Anggota Biasa PMI jika telah mencapai usia 18 tahun.
B. Mendapat kesempatan pendidikan Kepalangmerahan.
C. Ikut aktif dalam Palang Merah Remaja.
D. Dapat mengikuti kegiatan – kegiatan sebagai Anggota Remaja baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
Pmr_mula Pmr_madya Pmr_wira
PALANG MERAH REMAJA
Palang Merah Remaja di bentuk oleh PMI pada bulan Maret 1950 yang merupakan perwujudan dari keputusan Liga Palang Merah ( League of the Red Cross and Red Crescent Societies ). Terbentuknya PMR di Indonesia ini dan juga PMR dibeberapa Palang Merah Nasional lainnya dilatarbelakangi oleh pecahnya Perang Dunia ke 1, dimana pada waktu itu Palang Merah Australia mengerahkan anak – anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Kepada mereka diberikan tugas ringan, seperti mengumpulkan pakaian bekas, majalah – majalah bekas dari dermawan, menggulung pembalut dan sebagainya. Anak – anak ini dihimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan “ Palang Merah Remaja “, kemudian prakarsa ini diikuti oleh negara – negara lain.
Keanggotaan PMR dibagi dalam tiga tingkatan antara lain :
PMR MULA : Setingkat usia murid SD, 7 – 12 tahun, Badge warna HIJAU.
PMR MADYA : Setingkat usia murid SLTP, 13 – 16 tahun, Badge warna BIRU.
PMR WIRA : Setingkat usia murid SLTA, 17 – 21 tahun, Badge warna KUNING.
Walaupun PMR sesuai dengan tingkatnya, adakalanya diperbantukan pula dalam tugas – tugas Kepalangmerahan, seperti turut membantu memberikan pertolongan P3K, dan lain – lain, namun tugas kewajiban utama yang dibebankan kepada PMR adalah :
1. Berbakti kepada masyarakat.
2. Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
2. ANGGOTA BIASA PMI
§ Wanita – Pria usia di atas 19 tahun Warga NegaraIndonesia
.
§ Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
§ Mengetahui azas dan tujuan PMI dan bersedia mengikuti tata tertib organisasi PMI.
KEWAJIBAN :
A. Membayar iuran anggota.
B. Menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana untuk menolong sesama yang menderita sesuai dengan kemampuan.
C. Menjaga nama baik organisasi.
D. Memajukan organisasi.
HAK :
A. Hak suara dalam rapat organisasi.
B. Hak memilih dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
C. Mendapatkan informasi tentang organisasi.
D. Mendapatkan kesempatan pendidikan dan latihan Kepalangmerahan.
E. Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
F. Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara anggota PMI.
G. Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib sesama.
KETERANGAN :
§ Anggota PMI adalah kekuatan inti organisasi.
§ Anggota PMI adalah potensi sumberdaya dan dana organisasi.
§ Anggota PMI pada suatu saat dapat menjadi Pengurus PMI dengan status keanggotaannya yang tetap.
ANGGOTA BIASA DIHARAPKAN AKTIF DALAM TSR MAUPUN KSR
SESUAI DENGAN MINAT DAN KONDISINYA.
Ksr_jb
TSR (TENAGA SUKARELA), KSR (KORPS SUKARELA)
1. Setiap anggota biasa perhimpunan PMI pada dasarnya adalah tenaga sukarela ( TSR ) yang menyumbangkan tenaga, waktu, pikiran dan dana, baik secara keseluruhan maupun bagian – bagiannya untuk tugas kemanusiaan.
2. KSR adalah kesatuan atau unit didalam perhimpunan PMI yang beranggotakan pribadi anggota biasa perhimpunan PMI yang menyatakan diri menjadi KSR PMI.
3. Fungsi TSR dan KSR :
A. Fungsi TSR PMI adalah sebagai tenaga pelaksana perhimpunan PMI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
B. Dalam menjalankan fungsinya, TSR PMI dan KSR PMI berstatus sebagai tenaga sukarela.
C. Sebagai kesatuan maupun sebagai pribadi sukarelawan TSR PMI dan KSR PMI wajib mengikuti tata aturan dan ketentuan yang ditetapkan.
4. Tugas operasional :
A. Tugas TSR / KSR PMI adalah melaksanakan pertolongan / bantuan secara pribadi atau secara berkelompok yang terarah.
B. Setiap KSR dapat bertugas membantu tugas KSR dalam bidang – bidang tertentu.
3. ANGGOTA KEHORMATAN PMI.
§ Wanita – Pria tanpa batas usia.
§ Telah berbuat jasa bagi PMI dan diusulkan oleh Pengurus untuk diangkat.
§ Bersedia diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
KEWAJIBAN :
A. Menjaga nama baik organisasi.
B. Memberi perhatian terhadap PMI.
HAK :
A. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
B. Mengikuti perkembangan organisasi.
C. Ikut mengembangkan dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran kepada Pengurus.
KETERANGAN :
§ Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang karena jasa – jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana yang luar biasa ( ekstra ordiner ).
§ Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat.
§ Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan “ Anggota

0 komentar

Berita Kemdikbud : Ralat POS UN S/M 2013/2014

Ralat Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2013/2014

Tanggal: 
Rabu, 05/02/2014
Lampiran: 
0 komentar

Ayo Stop Budaya Mencontek di Sekolah Kita!!!

AYO STOP BUDAYA MENCONTEK DI SEKOLAH KITA


  
Mencontek sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian pelajar dari mulai siswa SD sampai mahasiswa. Cara menconteknya pun semakin lama semakin beragam dan canggih. Kalau di zaman dulu contekan hanya ditulis di kertas kecil atau di buat coretan di atas meja. Sekarang contekan cukup dikirim melalui sms. Bukan hanya ulangan harian, semesteran bahkan ujian nasional pun tidak luput dari upaya contek mencontek. Parahnya lagi ditingkat mahasiswa, skripsi yang dibuat pun hasil mencontek.

Padahal mencontek punya dampak buruk bagi pelakunya. Dampak buruk ini ada yang langsung dirasakan akibatnya, tapi ada juga dampak yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya yaitu:
1. Malas belajar.
Orang yang suka mencontek tidak akan punya motivasi belajar yang tinggi. Mereka justru semakin malas belajar dan mengandalkan contekan ketika menghadapi ujian. Akibatnya sangat jelas, pelajar dan mahasiswa seperti ini mungkin bisa dapat nilai bagus tapi pasti tidak bisa menguasai ilmu yang seharusnya mereka tahu.
2. Biasa bohong.

Mencontek memerlukan kebohongan untuk mensukseskan misinya. Orang yang biasa mencontek akan biasa pula berbohong. Mereka menjadi orang yang terbiasa tidak jujur kepada diri sendiri dan orang lain. Tentu kebiasaan bohong ini akan sangat berbahaya karena mereka bisa menjadi orang yang tidak dipercaya perkataan dan perbuatannya.
3. Menghalalkan segala cara.

Apapun akan dilakukan oleh orang yang biasa mencontek. Mereka akan mencari segala macam cara agar bisa mencontek dengan sukses. Cara halus dan kasar pun akan mereka lakukan. Bahayanya sikap menghalalkan segala cara ini bisa menjadi kebiasaan.
4. Menular.

Ada yang mengibaratkan mencontek itu dengan penyakit yang bisa menular ke semua orang. Jika melihat teman sekelasnya bisa mencontek, tetangga kiri dan kanannya pun pasti akan mengikuti. Kebiasaan buruk ini pun menular dan menyebar ke seantero kelas. Bahkan bisa juga menular ke kelas lain.
5. Tidak percaya diri.

Tukang nyontek itu orang yang tidak percaya diri. Semakin sering dia mencontek, semakin berkurang rasa percaya dirinya kalau dia bisa mengerjakan sendiri. Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk menerima pelajaran. Sayangnya sebagian orang ada yang malas menggunakan kemampuannya itu.
Dampak buruk mencontek lebih besar dari itu sebenarnya. Perilaku mencontek dengan segala dampak buruknya bisa menjadi kebiasaan di luar sekolah atau kampus. Mereka akan menjadi orang yang malas, suka bohong, menghalalkan segala cara, tidak percaya diri dan menjadi contoh yang buruk bagi teman-temannya.
Marilah kita hentikan kebiasaan mencontek dari sekarang, dimulai dari diri kita sendiri. Lebih baik dapat nilai bagus dari hasil belajar sendiri daripada dapat nilai jelek hasil mencontek. Iya kan?
Budaya Mencontek Mengikis Nilai Kejujuran Bangsa

Dalam dunia pendidikan di Indonesia, nilai akhir dari sebuah ujian adalah tujuan utama. Nilai terbaik selalu mewakilkan pelajar yang terbaik, hal ini kemudian menjadikan pelajar memiliki orientasi bahwa sekolah adalah untuk mendapatkan nilai baik dan lulus. Orientasi pelajar yang demikian dapat menjadi bumerang bagi pelajar itu sendiri. Sebab mereka sering mengabaikan proses mendapatkan nilai tersebut dan hanya mencari cara mendapatkan nilai terbaik, yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian dan melakukan praktek mencontek. Jika ini terus dibiarkan, maka dunia pendidikan tidak akan maju, bahkan kelak menciptakan manusia tidak jujur, malas, yang cenderung mencari jalan pintas dalam segala sesuatu dan akhirnya menjadi manusia yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Mencontek dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dilakukan dengan usaha sendiri ataupun yang dilakukan dengan cara bekerjasama dengan teman atau bahkan guru. Mencontek dengan usaha sendiri dapat dilakukan dengan membuat catatan sendiri, membuka buku, membuat coretan kecil, bahkan mencuri jawaban teman. Sedangkan mencontek yang bekerjasama dapat dilakukan dengan cara membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan teman untuk saling berbagi dan membuat kode-kode tertentu.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, kasus kecurangan dalam ujian bukanlah hal yang baru. Kecurangan dalam Ujian Nasional bisa terjadi karena adanya kesamaan target antara sekolah dan para murid yang sama-sama menginginkan kelulusan. Dengan adanya kesamaan tujuan ini, kegiatan contek-mencontek justru seakan difasilitasi oleh pihak sekolah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus kecurangan dalam ujian yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Kebiasaan mencontek di sekolah ini merupakan pondasi awal hilangnya nilai-nilai kejujuran. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk mempelajari moral, justru telah menjadi “sekolah dasar” bagi generasi bangsa yang tidak memiliki kejujuran. Generasi muda seolah disiapkan untuk menjadi penerus yang tidak jujur. Perilaku mencontek yang terlihat sudah kronis, masih saja dianggap sebagai hal biasa. Saat ini mencontek seolah dianggap sebagai satu usaha yang sah-sah saja bila dilakukan karena tetap dilakukan dengan perjuagan dan usaha. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia sering dianggap telah gagal mentransformasikan nilai-nilai kejujuran kepada anak didiknya. Kondisi seperti ini bila dibiarkan akan membentuk karakter bangsa yang tidak memiliki nilai kejujuran dan kebohongan akan dianggap sebagai hal yang lazim dilakukan.
Menghilangkan permasalahan mencontek dari dunia pendidikan di Indonesia pasti sangat sulit. Namun dengan penerapan budaya malu setidaknya kita bisa meminimalisir permasalahan ini. Penerapan budaya malu yang perlu dilakukan bukanlah memberikan hukuman dengan mempermalukan si pelaku, melainkan melakukan internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi budaya malu tersebut. Setiap orang yang mencontek akan merasa bahwa setiap orang bahkan dirinya sendiri akan mengawasi dan menghakiminya ketika dia mencontek. Dan dengan penerapan budaya malu, maka akan memunculkan rasa ketidakpuasan atas prestasi akademik yang diperoleh dengan cara mencontek. Cara lain yang harus digunakan untuk meminimalisir masalah mencontek adalah penerapan nilai-nilai agama yang akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan berdosa.
Dengan demikian, tindakan mencontek ini dapat dipengaruh oleh beberapa hal, salah satunya psikologis anak yang belum siap dalam mengerjakan soal ujian dan orientasi anak yang menganggap bahwa sekolah adalah untuk mendapatkan nilai baik dan lulus. Ketidaksiapan dan orientasi tersebut yang mendorong anak untuk mencari cara agar mendapatkan nilai terbaik, yang pada akhirnya membuat mereka mengambil jalan pintas yaitu melakukan praktek mencontek. Budaya mencontek ini juga dapat menentukan posisi anak di dalam suatu masyarakat (sosiologis). Karena dengan mencontek dan mendapatkan nilai yang baik, anak akan dicap sebagai pelajar terbaik (pintar) dan dihormati bahkan disenangi oleh suatu masyarakat, tanpa memperhatikan bagaimana proses dalam mendapatkan nilai baik tersebut. Oleh karena itu, peran guru sangat penting agar dapat mencegah kegiatan mencontek tersebut yaitu dengan menambah pengawasan yang lebih ketat saat ujian agar tidak adanya peluang bagi pelajar untuk mencontek. Selain itu, guru juga tidak boleh memberi penilaian secara subjektif terhadap siswa misalnya dengan menilai jawaban siswa saja, tanpa mengetahui bagaimana proses siswa mendapatkan nilai tersebut. Saat ini, dunia pendidikan di Indonesia selalu menempatkan siswa sebagai objek, artinya bahwa siswa hanya sekedar peserta didik (orang yang tidak tahu apa-apa) dan tidak diberi pernah diberi kesempatan untuk berpendapat. Hal ini berdampak pada siswa yang tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki kepercayadirian, termasuk dalam menghadapi ujian yang menyebabkan siswa lebih memilih jalan untuk mencontek. Secara fisiologis, seharusnya dunia pendidikan memposisikan siswa sebagai subjek, artinya membiarkan siswa untuk melontarkan pertanyaan dengan kritis tentang segala sesuatu dengan bijak dan terarah. Serta menempatkan guru tidak sebagai dewa yang serba tahu, namun menempatkan guru sebagai sumber pertanyaan sekaligus mengarahkannya pada tujuan baik yang ingin dicapai. Dengan posisi seperti ini, anak didik akan merasa lebih leluasa untuk mengembangkan diri, karena ia selalu diberi kebebasan dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Selain itu anak didik juga akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena selalu di beri kepercayaan dan penghargaan oleh pendidik maupun kawan-kawan di sekelilingnya. Kepercayaan diri yang kuat inilah yang akan menghindarkan anak didik dari perilaku tidak jujur seperti mencontek.
Pendidikan sejatinya adalah sebuah proses yang harus dijalani manusia untuk memperoleh pencerahan dari ketidaktahuan. Dalam proses pendidikan tersebut, diperlukan penanaman nilai-nilai budi pekerti agar kelak ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi orang lain. Namun saat ini, proses pendidikan tersebut sering mengabaikan penanaman nilai-nilai budi pekerti. Kasus kecurangan dalam ujian adalah contoh betapa salah satu nilai budi pekerti yaitu kejujuran dikesampingkan. Sekolah-sekolah juga terlalu sering menganggap bahwa mencontek bukanlah sebuah permasalahan. Sehingga para siswa terbiasa melakukan kegiatan mencontek tanpa memiliki beban moril. Sebagai bagian dari aspek moral, maka terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku menyontek. Jika masalah mencontek ini masih saja dianggap sepele oleh guru dan orang-orang yang berperan dalam pendidikan kita, maka dunia pendidikan tidak akan maju, kreatifitas siswa akan hilang, yang tumbuh mungkin orang-orang yang tidak jujur yang bekerja disemua sektor kehidupan
Setiap kali UTS atau UAS bahkan UAN, hal mencontek memang sering dilakukan oleh siswa. Kadang Guru sebagai pengawas ruangan terlalu lunak terhadap fenomena ini. Ada kalangan guru mencari simpati siswa hanya dengan membiarkan anak-anak mencontek atau tanya kesana kemari pada teman yang dianggap pandai. Ini bertujuan agar guru tersebut disenangi oleh siswa-siswanya. Namun yang lebih parah lagi ada guru yang menyuruh siswa-siswanya untuk mencontek agar waktunya mengerjakan selesai dengan cepat. Padahal kalau kita mampu analisis, hasilnya anak nantinya akan menjadi bodoh dan ini yang disebut pembodohan. Astaghfirulloh….
Semoga ini bermanfaat biarpun sedikit. Semoga ini berguna walau sesaat. Dan semoga ini bisa menyadarkan, sekalipun sulit menyadarkan orang yang rela melakukan apa saja untuk keberhasilannya dan keberuntungannya.
0 komentar

Kelompok Ilmiah Remaja


KELOMPOK ILMIAH REMAJA
    Karya ilmiah adalah suatu karya yang dihasilkan melalui cara pikir, yang menurut kaidah dan penalaran logis, sistematis, rasional, dan ada koheresif dari bagian-bagiannya (saling terkait dan tidak bertentangan satu sama lain).
    Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) adalah kelompok remaja yang menduduki jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU/SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajat/ remaja yang tidak menduduki sekolah formal yang berusia antara 12-18 tahun. Kelompok ini didasarkan pada inisiatif dan prakarsa remaja sendiri namun dalam perkembangan sering menjadi terintegrasi dengan institusi sekolah.

    KIR adalah suatu wadah organisasi yang sifatnya terbuka bagi para remaja berdasarkan kesamaan keinginan dalam meningkatkan pengetahuan kreatifitas dan disiplin berdaya juang untuk memiliki dan menguasai IPTEK pada masa kini dan masa mendatang.

Sejarah terbentuknya KIR di SMAN 3 Kabupaten Tangerang

    KIR di Indonesia dibentuk atas hasil dari konvensi anak-anak sedunia (UNESCO). Grand Nobel, Prancis untuk itu dalam konferensi ini disepakati untuk mengembangkan youth science club (YSC) bagi remaja yang berusia 12-18 tahun. YSC dikenal di Indonesia dengan nama Kelompok Ilmiah Remaja (KIR). Yang terbentuk atas inisiatif dan prakarsa remaja pada tahun 1969.

Tujuan KIR

    Tujuan KIR meningkatkan kemampuan dan kreatifitas ilmiah, mempersiapkan remaja menjadi ilmuwan, menigkatkan rasa ingin tahu, meningkatkan atau merangsang kepedulian remaja kepada IPTEK, meningkatkan kesadaran disiplin dan daya juang untuk memiliki dan menguasai IPTEK, merangsang remaja untuk mengiplementasikan metode-metode, teknik-teknik, prosedur-prosedur penelitian.
    Tujuan yang harus dicapai secara individual adalah pengembangan sikap ilmiah dan kejujuran dalam memecahkan gejala alam yang ditemui dengan pembekalan yang tinggi.

Manfaat KIR
    Membangkitkan rasa ingin tahu, meningkatkan daya nalar, meningkatkan kreasi dan kreatif, menambah wawasan IPTEK, meningkatkan ketermpilan dalam menguasai IPTEK.
0 komentar

Cerita....

Dari jaman sekolah doeloe rasanya senang sekali apabila Bapak atau Ibu guru kita mengumumkan bahwa ada kegiatan rapat dewan guru sehingga para siswa diminta belajar di rumah masing-masing. Teriakan hore secara koor bergema di ruang kelas tanpa komando. Budaya itu diyakini masih ada dan berlaku sampai sekarang pada level atau jenjang pendidikan manapun dan di mana pun.


Bahkan saya sendiri menjelang akhir pekan rasanya kok plong bangets ya? Apa karena akan terbebas dari rutinitas tugas? Hehehe… Sebuah seloroh pernah saya ungkapkan kepada para mahasiswa bahwa sesekali mahasiswa membuat pengumuman yang berbunyi demikian “Sehubungan para siswa/mahasiswa mau rapat, para guru/dosen dipersilakan mengajar di rumahnya masing-masing. Wkwkwkwk…”.

Barangkali saja ada guru/dosen yang senang mendengarnya karena terbebas dari belenggu rutinitas. Ups! Yang satu ini tolong jangan diekspos ya, entar dikira Anda dianggap tidak taat aturan dalam soal penghormatan pada guru/dosen.


Saya pernah mengumumkan suatu hari bahwa perkuliahan dipercepat dari jadwal yang seharusnya karena ada tugas/dinas ke luar kampus. Tak pelak teriakan hore secara koor yang sama bergema dari mulut para mahasiswa. Saya akhirnya memutuskan menunda keluar ruang kelas. Saya mengurungkan niat mengakhiri pecepatan perkuliahan dengan mengatakan bahwa selama ini berarti dalam mengikuti pembelajaran dijalani dengan terpaksa atau penuh tekanan. Mereka mengelak dengan tuduhan tersebut. Namun saya beranalogi bahwa seandainya menjalani perkuliahan dengan gembira atau fun mengapa teriakan yang terucap bukan kalimat yang sebaliknya. Yakni sebuah kalimat yang menggambarkan rasa kecewa karena dtinggal dosennya dalam proses belajar di kelas.

Yang jelas guru atau dosen yang baik adalah mereka yang kehadirannya dinantikan oleh para siswa atau mahasiswanya. Ia akan dirindukan bila tidak masuk/hadir di sekolah atau kampus. Apabila yang terjadi sebaliknya, berarti ada yang salah dengan proses belajar-mengajar yang selama ini terjadi.

Seorang pendidik mestinya mempunyai kepribadian yang menarik, supel dalam menjalani aktifitas pembelajaran. Ia juga menggunakan paradigma pendidikan demokratis dalam menekuni peran profesional seorang pendidik –untuk hal ini selanjutnya baca “Paradigma Pendidikan Demokratis karya Prof. Dr. Dede Rosyada, MA–. Ia juga harus menjadi orang yang pertama yang mengamalkan dan mengimplementasikan hal-hal yang diajarkan kepada para muridnya.

Pernah pada suatu siang seorang mahasiswa mengirimkan sebuah pesan pendek bahwa ia sedang bete mengikuti perkuliahan yang diasuh oleh seorang dosen. Katanya: “Panas euy, bete, jenuh, mendengarkan ceramah si dosen, sudah tua lagi”. Selang beberapa detik kemudian saya menjawabnya:”Bukankah kita juga akan menjadi tua? Berarti kita akan membetekan juga dong…”. Ya, mestinya seorang guru/dosen harus dapat mendesain pembelajarannya secara komprehensif dengan perencanaan yang matang. Kombinasi berbagai metode dan strategi pembelajaran dapat dilakukan agar prosesnya belajar di ruang kelas dapat berjalan secara menyenangkan dan sukses mencapai tujuan yang ditentukan dan diharapkan.

Metode ceramah memang murah meriah, dan bersifat massif. Tetapi ceramah yang monoton juga dapat membuat kejenuhan yang dirasakan oleh para peserta didik. Di samping mempunyai kelebihan, metode ceramah juga mempunyai sedikit-banyak kekurangan. Kekurangan inilah yang mestinya dapat didukung dengan penggunaan kombinasi metode semacam diskusi, tanya-jawab, demonstrasi, karya wisata, resitasi, dll. Sudirman N, et. all. dalam buku Ilmu Pendidikan menjelaskan secara gamblang berbagai kelebihan dan kelemahan metode-metode mengajar. Hal ini juga dapat diperkuat dengan penggunaan strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang berpusat pada aktifitas siswa. Buku 101 Strategi Active Learning karya Melvin L. Sibermen dapat memberikan inspirasi para pendidik untuk mengarahkan pembelajarannya menjadi lebih menarik.

Sebagai seorang guru, dosen, atau sebutan lain yang aktifitasnya sejalan, sudah seharusnya mengembangkan paradigma baru dalam proses pembelajaran. Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Artinya bagaimana dapat mendesain agar peserta didik tetap dapat belajar kendatipun kita absen dalam proses pembelajaran dengan berbagai alasan yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Wallahu a’lam.

*) Tanenji, Dosen dan Sekretaris Laboratorium Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat dihubungi langsung di tanenji@yahoo.com
0 komentar

Mewujudkan Pendidikan Karakter yang Berkualitas

Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas


Mewujudkan Pendidikan Karakter Yang Berkualitas

Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalo alat ukur pendidikan matematika jelas, kasih soal ujian jika nilainya diatas strandard kelulusan artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?
Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar mengukur keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda bertemu orang yang tersesat ditengah jalan dan tidak memiliki uang untuk melanjutkan perjalananya apa yang anda lakukan? Untuk hasil nilai ujian yang baik maka jawabannya adalah menolong orang tersebut, entah memberikan uang ataupun mengantarnya ke tujuannya. Pertanyaan saya, apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan terjadi seperti teorinya? Seperti jawaban ujian? Lalu apa alat ukur pendidikan karakter? Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya, mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator jika dia memiliki perilaku yang baik saat guru menjelaskan, anggaplah mendengarkan dengan seksama, tidak ribut dan adanya catatan yang lengkap. Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.

Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller (manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”.
Selain itu pencanangan pendidikan karakter tentunya dimaksudkan untuk menjadi salah satu jawaban terhadap beragam persoalan bangsa yang saat ini banyak dilihat, didengar dan dirasakan, yang mana banyak persoalan muncul yang di indentifikasi bersumber dari gagalnya pendidikan dalam menyuntikkan nilai-nilai moral terhadap peserta didiknya. Hal ini tentunya sangat tepat, karena tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Mulailah dengan belajar taat dengan peraturan sekolah, dan tegakkan itu secara disiplin. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.

Di sisi lain, pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus diantara ketiga stakeholders terdekat dalam lingkungan sekolah yaitu guru, keluarga dan masyarakat. Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara stakeholder lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat siklus pembentukan tersebut. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan disini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.
Ingin mewujudkan pendidikan karakter yang berkualitas? Maka kuncinya sudah dipaparkan diatas, ada alat ukur yang benar sehingga ada evaluasi dan tahu apa yang harus diperbaiki, adanya tiga komponen penting (guru, keluarga dan masyarakat) dalam upaya merelaisasikan pendidikan karakter berlangsung secara nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi. Ingat, Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Dan yang terpenting adalah praktekan setelah informasi tersebut di berikan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen sekolah.

0 komentar

Pentingkah Masa Orientasi Bagi Pembentukan Karakter?

Pentingkah Masa Orientasi (Ospek) Bagi Pembentukan Karakter?


Pentingkah Masa Orientasi (Ospek) Bagi Pembentukan Karakter?

Sebelum kita bahas bersama, mari satukan ide kita bersama. Apa itu? Ide kenapa kita hidup di dunia ini adalah untuk kebaikan dan cinta. Lakukan yang baik demi orang yang kita cintai, kita paham bumi sedang mengalami kerusakan. Jika kita tanamkan ide inidi kepala kita, maka kita akan melakukan yang terbaik bagi orang yang kita cintai, anak kita.
Kita ingin dia hidup di tempat yang nyaman dan sehat, bukan dikandang (seperti yang diberitakan media massa dan TV, 2 orang anak ditaruh dengan sengaja oleh orang tuanya di kandang). Jika kita penghuni bumi yang waras maka kita tidak akan melakukan itu, justru memikirkan yang baik buat generasi mendatang, apakah anda setuju dengan ide ini? Umumnya setuju, hanya saja pelaksanaannya terkadang kurang dieksekusi dengan baik.
Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus), lagi menjadi perbincangan. Seru dan heboh, setiap tahun belakangan ini memakan korban. Kesannya di Indonesia Ospek kurang baik. Cenderung salah tempat, kenapa ditempat yang berpendidikan diawali dengan sesuatu yang tidak berpendidikan bahkan tidak ada kaitannya. Apa ide baik dari ospek? Katanya pembentukan karakter (dari beberapa sumber yang kami baca), pembentukan karakter dibentuk dari kegiatan fisik yang berat dan melelahkan bahkan tidak diberi minum pada saat sangat membutuhkan, dibentak dan “siksaan ragawi”. Apakah hal ini dapat menimbulkan sakit hati dan ingin balas dendam atau malah merusak harga diri? Bahkan trauma sekolah?
Pembentukan Karakter yang terbentuk adalah karakter Dendam, Marah, Karakter Rendah Diri (harga diri rendah), Karakter Mudah Cemas dan Pesimis (penakut). Jika ada yang terbentuk keberaniannya hanyalah 10% dari populasi, itu pun paling banyak dan beraninya didasari sakit hati atau hal yang tidak sehat, bukan berani yang kesatria, bukankah banyak yang lebih berani mati daripada berani jujur? Banyangkan jika anda ditaruh dikandang singa, apa perasaan anda? Takut. Tetapi tidak semua orang takut, ada beberapa kaum minoritas yang mungkin hanya sedikit orang yang  bisa lepas dari ketakutan dan mengambil langkah cerdas mengatasi ketakutannya dan melangkah keluar dengan gesit dan berani. Bisa jadi orang ini jika ditelusuri dia banyak melewati rintangan hutan jika sekolah waktu smp, tetapi tidak semua anak mengalami hal yang sama bukan?

Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) dari namanya saja dan kepanjangannya seharusnya tidak berubungan dan berujung pada sengsara. Ospek sebenarnya adalah sebuah masa orientasi, masa pengenalan. Pengenalan seseorang di lingkungan yang relatif baru. Seseorang yang masih bingung kanan dan kiri. Seseorang yang butuh orang lain yang telah lebih dulu paham dan mengerti dunia baru yang akan diamasuki itu seperti apa. Dengan konsep “fun and learning”, bukan tugas dengan membawa telur dengan kuning yang terbelah, atau ikan goreng berkepala kucing, atau roti berbahan tepung serta semen, membawa pakaian ala hula-hula, yang laki-laki jadi perempuan dan sebaliknya. Lalu ada yang komentar “ini kreativitas”, kreativitas dalam dunia pendidikan selalu membawa dampak perbaikan hidup, bukan pembodohan hidup.
Kita semua ingin sukses bukan? Apakah ada yang bercita-cita gagal dalam kehidupan ini? Kita sekolah, inginnya sukses dan berhasil di sekolah serta di kehidupan setelah sekolah. Kami akan bagikan sedikit penelitian dari Thomas J. Stanley. Sukses secara umum ukurannya hanya 3. Apa itu? Populer (terkenal), Produktif (menghasilkan dan menciptakan sesuatu) dan Materi (kekayaan). Penuhi salah satu maka anda bisa disebut sukses.
Pada tahun 1999, Thomas J. Stanley melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan materi (uang), hanya orang yang punya kekayaan $1 juta dollar (sekitar 12 miliar rupiah) yang dapat diteliti dan mengikuti penelitian yang diadakan oleh beliau. Penelitian ini diikuti sekitar 800 orang lebih, dan ditemukan faktor pembentuk sukses orang yang meiliki uang sebanyak $1 juta dollar. Ada 30 aspek, tetapi kita akan belajar dari 5 hal saja, kelima hal tersebut adalah:
  1. Bersikap jujur kepada semua orang
  2. Mempunyai disiplin yang baik
  3. Pintar bergaul
  4. Mempunyai pasangan hidup yang mendukung (dijelaskan lengkap di ebook “Etika Berjatuh Cinta”)
  5. Bekerja lebih keras daripada orang lain

Ini adalah penjelasan yang mudah, jika anda mau generasi tercinta dibawah kita sukses maka tanamkan kelima hal tersebut. Tidak usah melenceng jauh, bukankah setiap sukses meninggalkan jejak. Tidak perlu mengatasnamakan atau demi “kreativitas” yang ujung-ujungnya hanya pelecehan semata dan merusak harga diri peserta didik. Jika ingin membuat permainan, buatlah permainan yang sehat dan didasarkan pada fondasi suskses yang telah teruji.
Kelak setelah menyelesaikan kehidupan pendidikan mereka di bangku sekolah dan kuliah, mereka akan hidup di satu masa yang berbeda sama sekali dengan dunia mereka sebelumnya, dan mereka umumnya masih harus belajar dan beradaptasi dengan waktu yang cukup panjang, pikirkan itu. Persiapkan mereka setelah mereka selesai di kehidupan pendidikan mereka akan masuk di dunia yang mungkin tidak ada pengenalan seperti di sekolah yang ada masa orientasinya. Adalah baik jika pendidikan menyiapkan itu secara serius dan nyata, walau kita tahu slogan-slogan pendidikan adalah mempersiapkan generasi yang siap di jamannya. Kenyataanya di pertengahan Desember 2013 kami mendapat berita di headline salah satu surat kabar terkenal, bahwa terdapat pengangguran lebih dari 10.000 (yang terdidik) di satu propinsi dimana di propinsi tersebut ada lebih dari 1200 perusahaan. Alasannya adalah karena potensi dan kulaitasnya tidak siap, mengenaskan bukan?
Ada baiknya kita berkaca dari fakta nyata ini, gunakan masa orientasi dan ospek dengan benar, membangun sesuatu yang bermanfaat kelak. Tunjukan bagaimana belajar tentang jujur, disiplin, bersosialisasi dan komitmen terhadap tugas dalam sikap nyata mereka, bukan hanya teori. Mereka perlu merasakan dan melakukan itu. Nah dalam porsi ini gunakan kreativitaskita sebagai pendidik untuk memunculkan perilaku tersebut, inilah kreativitas yang membangun dan memperdayakan peserta didik.
Seandainya rumusan sederhana ini diterapkan di setiap institusi pendidikan di Indonesia, maka generasi kelak yang akan menduduki Indonesia adalah generasi yang berkelimpahan dan generasi yang masyur di mata dunia. Apakah anda memiliki ide yang baik buat mereka yang tercinta? Mulailah dari sekitar, perlakukan setiap orang dengan baik dan itu akan baik bagi generasi mendatang.

0 komentar